FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    18 10-2016

    2125

    Listrik 24 Jam Bukan Mimpi

    Kategori Kerja Nyata | mth

    Masih terbayang jelas di ingatan Timotius Wanggai (57), setiap senja menjelang, wajah Kiki (9), anaknya yang masih duduk di bangku SD, sontak ikut muram. Seiring mentari turun ke paraduan, desanya yang masuk wilayah Kabupaten Maybrat, Papua Barat perlahan ikut gulita. Saat itulah kesedihan Kiki memuncak karena tak bisa lagi membaca dan belajar. Sinar lampu minyak tempel yang ia pasang di dinding tak kuasa menerangi huruf di buku yang dipegang Kiki.

    Ya, saat itu listrik memang belum masuk ke desanya. Maka boleh dikata, gerak peradaban manusia seolah tergantung pada terang siang
    belaka. Itulah mengapa, selama bertahun-tahun ia menganggap listrik sebagai mimpi yang tak kunjung terwujud. “Mungkin bagi sebagian saudara-saudara yang ada di kota, listrik soal biasa. Tapi bagi kami yang tinggal di daerah terpencil ini, bisa menikmati listrik 24 jam adalah kemewahan,” kata Timotius.

    Ia menggambarkan, ketiadaan listrik saat itu bukan saja membuat anak esayangannya tak bisa belajar, namun lebih jauh lagi membuat
    kehidupan sosial ekonomi di desanya seperti berhenti. “Nyaris tak ada kemajuan selama bertahun-tahun. Mau nonton televisi tidak bisa,
    mau pakai hp tidak bisa, mau pakai alat apapun yang menggunakan listrik tidak bisa. Bagaimana kita bisa maju?” ungkapnya.

    Memang ada sebagian warga desanya yang mampu membeli generator pembangkit listrik skala kecil, tapi kapasitasnya terbatas dan hanya dinyalakan hingga pukul 20.00 karena harga bahan bakarnya sangat mahal. “Lepas jam itu, desa kami kembali tercekam sepi hingga matahari kembali muncul di pagi hari,” ujarnya.

    Upaya Terangi Nusantara
    Kelistrikan di Tanah Air, khususnya di Indonesia Timur, memang masih terkendala banyak faktor. Kurangnya pembangkit listrik yang disebabkan
    kelangkaan sumber energi, hingga medan berat yang menyulitkan pembangunan infrastruktur, membuat penyediaan listrik menjadi tantangan
    tersendiri. Namun bagaimanapun, upaya keras harus dilakukan untuk mewujudkan kebutuhan dasar in
    i.

    Listrik adalah cahaya sekaligus tenaga kehidupan, maka mewujudkan kehadiran listrik 24 jam adalah tugas berat sekaligus sarat kemuliaan,
    tak elok ditunda, tak pantas terbengkalai. Sebagai solusi dari permasalahan tersebut, pemerintah meluncurkan program yang diberi label Program
    Indonesia Terang (PIT). Program ini diluncurkan untuk memenuhi target peningkatan rasio elektrifkasi nasional dari kisaran 84,1% pada tahun 2014, menjadi sekitar 90,2% di tahun 2016.

    Pada tahun 2015 tercatat telah terjadi kenaikan sebesar empat persen dari tahun 2014 menjadi 87,5%. “PIT diharapkan dapat membuat wilayahwilayah di Indonesia bagian Timur dapat menikmati aliran listrik 24 jam setiap hari, sama seperti di wilayah Indonesia lainnya,” ujar Ketua Unit Pelaksana Program PIT, Said Didu, beberapa waktu lalu. Ia menyatakan, dari total target tersebut, sebanyak 6.926 desa atau sekitar 67% nya akan fokus di enam provinsi di wilayah Indonesia Timur yakni Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, NTT dan NTB. Hal itu untuk mengimbangi konsumsi listrik yang selama ini cenderung terkonsentrasi di wilayah Indonesia Barat.

    “Sebagai gambaran, total konsumsi listrik nasional tercatat sebagian besar masih berada di daerah Jawa dan Bali, yaitu sekitar 78% dari total keseluruhan konsumsi listrik nasional, suatu kondisi yang masih berjarak dalam mencapai keadilan energi,” tambah Said Didu.

    Target pelaksanaan dan implementasi PIT hingga tahun 2019 adalah tersedianya jaringan listrik di total 12.659 desa yang ditetapkan sebagai sasaran program. Dengan total kapasitas yang perlu terpasang sebesar 350 MW dengan asumsi konsumsi rata-rata listrik per hari 1,5 kWh/KK.

    Bukan Saingan PLN
    PIT bukanlah program yang menjadi tandingan dan bukan sedang bersaing dengan PLN dalam memasok listrik. Program ini justru berada dalam posisi membantu dan mendukung sebagian pekerjaan PLN di daerah yang belum tersentuh listrik yang dilaksanakan secara sinergis dengan mitra pemerintah. “PIT adalah program multi pendekatan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan baik pemerintah, swasta, masyarakat sipil, bahkan dunia internasional,” imbuh Said.

    Untuk melistriki wilayah-wilayah tersebut pemerintah akan mengandalkan pembangkit listrik yang menggunakan sumber energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS),Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), mikrohidro, biomasa dan panas bumi. Sumber sumber energi alternatif ini banyak tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

    Keseriusan pemerintah dalam mendorong penggunaan serta pemberdayaan energi terbarukan telah dapat dilihat dari munculnya kebijakan pemusatan aktiftas pada Pusat Keunggulan Energi Bersih (Clean Energy Center of Excellence) atau dikenal sebagai program CoE. Kebijakan ini merupakan pendukung utama percepatan pengembangan energi terbarukan menjadi 23% dalam komposisi energi nasional tahun 2023.

    Program ini sedang dikembangkan di Bali, yang dapat menyiapkan teknologi energi terbarukan yang murah dan terjangkau, yang lebih penting lagi dapat dimanfaatkan dan diakses masyarakat di berbagai pelosok daerah. Selain itu pemerintah cukup jeli dengan melakukan pendanaan gabungan dari berbagai sumber pendanaan seperti dari APBN, investasi swasta dan bantuan masyarakat, serta dana hibah dari program-program Corporate Social Responsibility (CSR) yang berasal dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Diharapkan nantinya dapat menjaring dana hingga Rp 53 triliun demi mempercepat penyelesaian PIT.

    Bukan Mimpi
    Dari seluruh pembangkit EBT yang ada, PLTS yang akan menjadi andalan pemerintah untuk menerangi wilayah-wilayah tersebut. Hal ini bisa dipahami, karena sebagai negara tropis Indonesia sangat kaya sinar matahari. Energi ini juga tidak mengenal habis dan tersedia hingga di wilayah paling sulit sekalipun.

    Kegelapan malam yang dialami Timotius Wanggai sebentar lagi akan berakhir seiring pencanangan PIT di wilayahnya. Khusus untuk Kabupaten Maybrat, PIT berbasis energi surya ini telah diluncurkan oleh Menteri ESDM pada 21 April 2016. Adapun pembangunannya telah dimulai di tiga lokasi yang sudah disiapkan Pemerintah Kabupaten setempat, dan diharapkan tuntas pada akhir tahun 2016.

    Tentu Timotius Wanggai dan Kiki adalah orang pertama yang sangat mengharapkan agar pembangunan PLTS berkapasitas 150 KW ini segera selesai. “Tak sabar rasanya menunggu kampung ini dapat teraliri listrik setiap hari, 24 jam.Saya ingin kenyamanan serta kualitas hidup masyarakat di sini segera meningkat, sejajar dengan masyarakat di daerah lain,” pungkasnya.


    Berita Terkait

    SOROTAN MEDIA