FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    18 10-2016

    3553

    Jalan Baru Keteladanan Layanan Publik Panggungharjo

    Kategori Kerja Nyata | mth

    Seorang lelaki berkacamata tampak menyikat kotoran yang melekat di toilet kelurahan. Dari seragam coklat yang dikenakannya, ia jelas bukan petugas kebersihan atau cleaning service. Ketika seorang berseragam coklat lain melihatnya, sertamerta orang itu terperangah. “….Haaduhh…,” seru petugas kelurahan berseragam yang melihat lelaki berkacamata itu menyikat toilet dan lantai kamar mandi. Suaranya tercekat dan terdengar gugup. Ia tak mengira secuilpun, Lurah yang baru beberapa hari terpilih itu sedang membersihkan kamar mandi saat para perangkat desa lain belum tampak batang hidungnya.

    Sekilas ia sempat melihat wajah Pak Lurah baru yang sedang menyikat lantai kamar mandi itu. Dahinya berkeringat tapi tak terlihat kejengkelan atau kemarahan di wajah itu. Sepertinya menyikat WC bagi lurah baru itu pekerjaan biasa dan ringan saja. Ia melakukannya tanpa beban. Si perangkat desa benar-benar takjub. Selama bertahun-tahun bekerja sebagai perangkat desa, ia tak pernah membayangkan ada lurah yang mau menyikat WC.

    Kejadian ini nyata terjadi di sebuah kelurahan di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kelurahan Panggungharjo namanya. Panggungharjo bukanlah sebuah desa yang terletak nun jauh di pelosok. Dari alun-alun pusat Kota Yogyakarta, hanya perlu waktu 20-30 menit saja untuk sampai di Panggungharjo.

    Melewati jalan Prawirotaman yang terkenal sebagai kawasan turis, terus ke arah selatan mengikuti jalan Parangtritis. Dan setelah melewati perempatan Ringroad, sekitar 500 meter persis di sebelah kantor Samsat Kabupaten Bantul, terdapat sebuah jalan masuk menuju kantor kelurahan Panggungharjo. Dilihat dari lokasinya, Panggungharjo termasuk dalam kategori desa kota. Berada tak jauh dari jalan utama menuju pantai Parangtritis dan berdekatan dengan Kampus Institut Seni Indonesia (ISI), Yogjakarta di Kecamatan Sewon.

    Pada tahun 2013, seorang pemuda Panggungharjo berusia 30an tahun bernama Wahyudi Anggoro Hadi terpilih secara sangat mengejutkan menjadi lurah desa Panggungharjo. Mengapa sangat mengejutkan? Ia nekat mencalonkan diri tanpa modal uang maupun dukungan partai. Modalnya hanya niat baik dan
    keprihatinan melihat desanya dari tahun ke tahun seolah tak ada kemajuan yang berarti.

    Niat baik dan keprihatinan itu ternyata disambut baik oleh warga desa yang mungkin sudah lama juga menginginkan perubahan dalam kehidupan desa mereka. Gayungpun bersambut dan dengan perjuangan panjang, Wahyudi pun terpilih sebagai lurah pada tahun 2013. Tanpa money politic dan tanpa dukungan partai. Ia calon lurah independen yang untuk pertama kalinya berhasil terpilih.

    Wahyudi pun langsung membuktikan niat dan ketulusannya untuk memajukan desa. Ia memulai dari hal-hal kecil namun sangat mendasar dan mampu mendobrak budaya lama aparatur pemerintah desa yang sudah puluhan tahun mewabah.


    Tidak Hanya Bicara
    “Saya tidak ingin hanya bicara. Kalau saya ingin seluruh perangkat desa tepat waktu dan disiplin dalam bekerja maka sayalah yang pertama-tama harus memberi contoh dengan datang ke kantor desa tepat waktu setiap hari,” tutur Wahyudi. Maka setiap hari datanglah Wahyudi tepat waktu dan sudah standby di ruangannya mulai pukul 08.00.

    Perangkat desa yang sebelumnya tak jelas waktu kedatangannya perlahan mulai jengah karena setiap hari mereka selalu kalah cepat tiba di kantor
    dibandingkan Pak Lurah baru itu. “Kepemimpinan pertama-tama adalah soal memberikan keteladanan, termasuk jika harus membersihkan WC sekalipun. Kalau WC bersih semua orang kan nyaman, jadi seharusnya kebersihan WC menjadi tanggungjawab semua orang,” tegas Wahyudi.

    Cara berpikir sederhana namun sangat mendasar. Nyatanya, hal-hal sederhana memang tidak pernah mudah. Kebaikan adalah soal sederhana dan mendasar, namun menemukan kebaikan saat ini justru tidak mudah. Wahyudi mencoba mengembalikan hal-hal sederhana untuk menguatkan nilai-nilai mendasar dalam tatanan pemerintahan di Kelurahan Panggungharjo yang dipimpinnya.

    Ia tidak pernah banyak bicara dalam upayanya mengubah kultur pelayanan perangkat desa yang dipimpinnya. Ia memberi contoh langsung bagaimana bersikap konsisten. Datang setiap hari pukul 08.00 dan tak akan pulang sampai sekurangnya pukul 16.00. Para aparat kelurahan yang sebelumnya bisa pulang sewaktuwaktu, perlahan akhirnya sungkan sendiri. Satu-dua mulai mengikuti langkahnya, termasuk jika harus membersihkan WC.

    Begitulah kiprah Wahyudi di bulan-bulan pertama memimpin desa Panggungharjo. Dilihat dari latar belakang pendidikannya, Wahyudi adalah seorang apoteker. Ayah dari pemuda lulusan Farmasi Universitas Gadjah Mada ini memiliki sebuah apotek kecil di Panggungharjo. Karena itulah, Wahyudi dan juga seorang kakaknya memilih masuk jurusan Farmasi agar bisa mengelola apotek kecil milik keluarga mereka.

    Dalam menempa dan membentuk dirinya semasa mahasiswa, Wahyudi bergabung dengan kelompok aktivis mahasiswa UGM. Di situlah, rasa kebangsaan dan jiwa kepemimpinannya tumbuh dan membesar. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Slogan yang dikobarkan oleh penyair legendaris WS Rendra pada tahun 70an itu mungkin bisa menjelaskan bagaimana seorang Wahyudi meyakini bahwa perubahan tidak mungkin terjadi hanya dengan berkata-kata.

    Dalam bahasa yang lebih lugas, Presiden Joko Widodo selalu mengatakan: kerja-kerjakerja. Di Panggungharjo, semangat kerja-kerja-kerja mengejawantah dalam sosok Wahyudi Anggoro Hadi. Energi kerja mengalir deras di tubuhnya yang terbilang kurus. Setiap hari ia bekerja keras untuk mewujudkan gagasan-gagasan yang telah lama bercokol di kepalanya. Ayah tiga anak perempuan ini terus bergerak untuk menciptakan perubahan dalam tata kelola pemerintahan desanya.

    Wahyudi mengisahkan bagaimana kondisi awal yang ditemui saat pertama kali memimpin desa Panggungharjo adalah perangkat desa yang bekerja dengan kebiasaan lama. “Seakan tak ada kesadaran dari perangkat desa bahwa pekerjaan yang selama ini dilakukan itu keliru,” ujarnya. Ia menghadapi dan mengelola tantangan itu dengan sikap optimis. Menurut Wahyudi, jika tantangan itu semakin hari semakin besar nantinya akan sampai pada puncaknya juga. Momen puncak itu adalah semacam klimaks yang kemudian akan menurunkan bobot tantangan. Di saat itu harus langkah yang mesti ditempuh agar tantangan tersebut tidak kembali lagi.

    Mengelola Tantangan
    “Dalam mengelola sebuah tantangan, langkah strategis yang harus dilakukan adalah membangun sistem. Keteladanan menjadi dasarnya dan sistem itu tidak sebatas aturan, ada atmosfer kerja yang harus dibangun. Maka, tata letak ruang kerja pun menjadi penting diperhatikan,” jelas Wahyudi.

    Ruang pelayanan desa Panggungharjo pun lalu dibuat menjadi satu pintu. Hal itu dimaksudkan Wahyudi agar jelas keluar-masuknya seseorang. Namun di saat awal perubahan itu dilakukan, masih saja ada oknum perangkat desa yang curicuri waktu untuk meninggalkan ruang kerja saat masih dalam jam kerja.
    Kondisi ini justru membuat Wahyudi menemukan gagasan untuk membuat program analisis jabatan bagi seluruh perangkat desa.

    Wahyudi Anggoro Hadi memang tak pernah kehabisan akal. Ia terus melakukan reformasi birokrasi pemerintah desa demi tercapai pelayanan publik yang baik. Analisis jabatan dibuat agar perangkat desa memahami tugas pokok dan fungsinya. Selain itu, hasil analisis jabatan digunakan sebagai pijakan dalam penilaian kinerja perangkat desa dan pengambilan kebijakan pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) perangkat desa.

    Dengan cara ini Wahyudi merintis terselenggaranya pemerintahan desa yang bersih, transparan dan bertanggungjawab. Jika hal itu bisa tercapai maka untuk mewujudkan masyarakat Panggungharjo yang demokratis, mandiri dan sejahtera serta berkesadaran lingkungan bukan sekadar mimpi di siang bolong. Melalui kiprahnya, front office desa Panggungharjo telah benar-benar berubah total. Warga desa langsung merasakan sebuah perubahan besar yang nyata. Tak ada lagi loket-loket layanan yang tertutup, sempit dan pengap. Tak ada lagi ‘ruang-ruang’ yang memungkinkan terjadinya perilaku pungutan liar atau pungli dengan leluasa.

    Ruang pelayanan desa Panggungharjo berubah menjadi seperti ruang customer service sebuah bank yang nyaman. Ruang pelayanan publik itu bersih, nyaman dan berpendingin udara. Dilengkapi dengan deretan kursi untuk warga yang sedang antri mengurus sesuatu. Ada juga rak buku yang dipenuhi
    beragam koleksi buku bacaan hasil sumbangan dari berbagai kelompok masyarakat.

    Lalu ada standing banner berisi pengumuman bahwa semua pelayanan publik di Panggungharjo tidak dipungut biaya. Seperti halnya customer service di sebuah bank, warga dan petugas kelurahan dibatasi oleh pemisah yang berfungsi sebagai meja panjang terbuka. Semua petugas bisa melihat pekerjaan
    satu sama lain sebagaimana warga yang datang juga bisa menyaksikan apa yang dikerjakan para perangkat desa. Bersih, nyaman dan terbuka. Jika
    ada praktik pungli pasti akan terlihat.

    Ini adalah capaian dan prestasi yang membanggakan. Sebuah keberhasilan dalam mengelola tantangan layanan publik di tingkat desa. Perubahan tata ruang secara fisik adalah bagian dari perubahan kultur kerja para perangkat desa dalam melakukan pelayanan publik yang menjadi tugas mereka. Belum genap enam tahun kepemimpinan Wahyudi berjalan, Desa Panggungharjo sudah menorehkan sejumlah prestasi. Puncaknya adalah meraih juara pertama
    desa terbaik tingkat nasional. Panggungharjo juga menjadi juara pertama lomba Bina Keluarga Balita (BKB) tingkat nasional pada 2013.

    Pola Hubungan Baru Desa dan Warganya
    Desa Panggungharjo berhasil meraih juara pertama lomba desa terbaik tingkat DIY dan juara pertama UP2K PKK tingkat DIY tahun 2013. Panggungharjo juga menjadi proyek percontohan Desa Ramah Anak Tahun 2013 di DIY. Bahkan di tingkat komunitas, prestasi juga merebak. Salah satu dusun di Desa Panggungharjo ikut unjuk gigi di ajang lomba flm dokumenter dan menjadi salah satu nominator penerima Eagle Award tahun 2014.

    Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 2014 di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, menjadi hari tak terlupakan bagi
    seluruh warga Desa Panggungharjo. Pada momen itulah Desa Panggungharjo diumumkan sebagai juara lomba desa tingkat nasional dan mampu
    mengalahkan sekitar 74.000-an desa lain dari seluruh Indonesia.

    Berbicara prestasi, jelas hal itu tak dicapai begitu saja. Ada beberapa langkah yang mesti ditempuh. Terkait jurusnya untuk mencapai semua prestasi itu, Wahyudi melontarkan satu pertanyaan: “Berapa kali Anda datang ke kantor desa? Jika tidak butuh pasti tidak datang, ya kan?”

    Menurutnya kondisi itulah yang mendasari pentingnya membangun pola hubungan baru antara pemerintah desa dengan warga desa. Ia menjelaskan selama ini hubungan antara pemerintah desa dengan warga desa hanya sebatas hubungan administratif. Misalnya, warga desa berhubungan dengan pemerintah desa hanya saat pembuatan Kartu Tanda Penduduk, surat pengantar nikah, pembuatan akte kelahiran, surat kematian dan lain sebagainya. Di luar itu, seakan tidak ada alasan bagi warga desa untuk berhubungan desa pemerintah desa.

    Perlu adanya pola hubungan baru antara pemerintah desa dengan warga desa jika ingin memajukan desa meski konsekuensi logisnya harus menyesuaikan tata kelembagaan pemerintah desa. “Penyesuaian tata kelembagaan pemerintah desa itu penting karena tata kelembagaan lama sudah tidak sesuai dengan pola hubungan baru,” tegas Wahyudi.

    Apabila penyesuaian tata kelembagaan pemerintah desa sudah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah membangun kultur organisasi baru yang berarti memperluas makna layanan publik. Jika dulu pelayanan publik sebatas administratif, maka pelayanan publik harus menjadi lebih luas,
    mencakup juga pelayanan barang dan jasa publik. Itulah jurus Wahyudi dalam memimpin Desa Panggungharjo hingga menuai sejumlah prestasi yang membanggakan.

    Dalam pembangunan kultur baru organisasi sangat ditentukan oleh kapasitas politik dan kepemimpinan. “Kenapa reformasi birokrasi meski sudah lama didengungkan tapi belum ada hasil yang signifkan? Itu karena sangat ditentukan kapasitas politik dan kepemimpinan. Contohnya, Surabaya dan Bandung, reformasi birokrasi berhasil karena kapasitas politik dan kepemimpinan Bu Risma dan Kang Ridwan Kamil sangat kuat,” jelasnya.

    Jerih payah perjuangan Wahyudi Anggoro Hadi telah berhasil membuat Panggungharjo menjadi desa tujuan studi banding dari desa-desa lain di
    seluruh nusantara. Menjadi desa terbaik yang terus bergerak membangun untuk kemajuan dan kesejahteraan warga desa.*

    Berita Terkait

    SOROTAN MEDIA