Mari Penuhi Hak-Hak Pekerja Rumah Tangga
Pembantu rumah tangga (PRT) sangat rentan dengan tindakan kekerasan dan pelecehan. Sebagai pekerja informal, mereka tidak memiliki payung hukum yang kuat jika mengalami ketidakadilan oleh majikannya. Banyak kasus menunjukkan, hak-hak PRT sebagai pekerja, seperti upah yang layak, hak cuti dan libur, termasuk hak menjalankan ibadah dengan aman, dikebiri.
Masyarakat seharusnya bisa mulai menjadi aktor penggerak dengan memperlakukan pembantu rumah tangga sebagai pekerja yang sederajat dan memperlakukan pembantu rumah tangga sebagai profesi yang mulia. Salah satu faktor yang menjadikan pembantu rumah tangga terkesan subordinatif dibandingkan dengan pekerjaan lainnya adalah anggapan di masyarakat. Masih banyak yang menilai pembantu rumah tangga adalah pekerjaan yang rendah, sehingga menjadi pemicu munculnya kasus kekerasan pada PRT. Oleh karena itu, negara wajib hadir dan memberi perlindungan kepada para pekerja rumah tangga tersebut.
Karena itulah kemudian muncul Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2015 yang mengatur standar minimum perlindungan bagi pekerja rumah tangga, agar hak mereka terpenuhi dan diperlakukan secara manusiawi.