FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    27 10-2016

    12813

    RUU Revisi UU ITE Telah Disahkan Oleh DPR-RI Menjadi UU

    SIARAN PERS NO. 72/HM/KOMINFO/10/2016
    Kategori Siaran Pers

    SIARAN PERS KEMENTERIAN KOMNIKASI DAN INFORMATIKA

    No. 72/HM/KOMINFO/10/2016

    tentang

    RUU REVISI UU ITE TELAH DISAHKAN OLEH DPR-RI MENJADI UU

     

    Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang Perubahan UU ITE pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, hari ini, Kamis (27/10) tepat sebelum Pukul 12 siang.

     

    Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, mewakili Presiden RI, menyampaikan Pendapat Akhir Presiden dalam Rapat Paripurna tersebut. “RUU tentang Perubahan Undang-Undang ITE telah disampaikan oleh Presiden kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Rapublik Indonesia melalui Surat No R-79/Pres/12/2015 tertanggal 21 Desember 2015 dan di dalam surat tersebut Presiden menugaskan Menteri Komunikasi dan Informatika dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, untuk mewakili Presiden melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR RI untuk mendapatkan persetujuan bersama,” papar Rudiantara.


    Sebagaimana diketahui bersama bahwa RUU tersebut telah diselesaikan pembahasannya dalam pembicaraan Tingkat I pada tanggal 20 Oktober 2016 dengan keputusan menyetujui untuk diteruskan ke tahap selanjutnya yaitu Pengambilan Keputusan atau Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI.

     

    Menteri Rudiantara mengharapkan semoga RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat disetujui bersama dan selanjutnya dapat disahkan menjadi Undang-Undang sehingga dapat semakin memberikan perlindungan hukum yang bernafaskan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia.


    Lebih lanjut disampaikan Rudiantara bahwa Undang-Undang No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah undang-undang pertama di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai produk legislasi yang sangat dibutuhkan dan telah menjadi pionir dalam meletakkan dasar pengaturan dan perlindungan di bidang pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. “Namun karena dalam penerapannya terjadi dinamika pro dan kontra terhadap beberapa ketentuan di dalamnya, Pemerintah mengambil inisiatif untuk melakukan perubahan minor yang dianggap perlu dan relevan, “ jelas Rudiantara.

     

    Rudiantara menambahkan bahwa setelah melalui rangkaian Rapat Kerja, Rapat Panja, Rapat Tim Perumus dan Rapat Tim Sinkronisasi, kita bersyukur Pemerintah dan DPR RI akhirnya sepakat terhadap muatan materi perubahan sebagai berikut:

     

    1.   Untuk menghindari multitafsir terhadap ketentuan larangan mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal 27 ayat (3), dilakukan 3 (tiga) perubahan sebagai berikut:

    a.  Menambahkan penjelasan atas istilah “mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik”.

    b.   Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan bukan delik umum.

    c.   Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.

     

    2.   Menurunkan ancaman pidana pada 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:

    a.   Ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diturunkan dari pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi paling lama 4 (tahun) dan/atau denda dari paling banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.

    b.   Ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.

     

    3.   Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:

    a.   Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.

    b.   Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.

     

    4.   Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut:

    a.   Penggeledahan dan/atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.

    b.   Penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1x24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.

     

    5.   Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):

    a.   Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi;

    b.   Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.

     

    6.   Menambahkan ketentuan mengenai “right to be forgotten” atau “hak untuk dilupakan” pada ketentuan Pasal 26, sebagai berikut:

    a.   Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.

    b.   Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.

     

    7.Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan  transaksi elektronik dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40:

    a.   Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang;

    b.   Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

     

    “Semoga setiap tetes tinta yang kita goreskan dan buah pikiran yang kita sumbangkan dalam proses pembahasan RUU ini dapat dinilai sebagai amal ibadah oleh Tuhan Yang Maha Esa,” pungkas Rudiantara.

     

    Siaran Pers terkait:

    https://www.kominfo.go.id/content/detail/8264/siaran-pers-no-67hmkominfo102016-tentang-ruu-revisi-uu-ite-disetujui-ke-paripurna/0/siaran_pers

    Jakarta, 27 Oktober 2016

    Plt. Kepala Biro Humas

    Noor Iza

    ---

    Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo (Noor Iza, email: noor.iza@kominfo.go.id, Hp: 0811-978-1518, Tel/Fax: 021.3504024)

    Berita Terkait

    Siaran Pers No. 238/HM/KOMINFO/03/2024 tentang Jadi Tuan Rumah, Menteri Budi Arie: Komitmen Indonesia Perkuat Kolaborasi Kelola Isu Air

    Terpilihnya Indonesia merupakan suatu bentuk kepercayaan dari masyarakat internasional atas kepemimpinan dan juga komitmen Indonesia dalam i Selengkapnya

    Siaran Pers No. 237/HM/KOMINFO/03/2024 tentang Wujudkan Visi Indonesia Digital 2045, Pemerintah Dorong Riset Ekonomi Digital

    Wamenkominfo menekankan arti penting peningkatan perlindungan merek terhadap produk yang dihasilkan dan perlindungan paten terhadap inovasi Selengkapnya

    Siaran Pers No. 236/HM/KOMINFO/03/2024 tentang Menkominfo Tantang Media Adopsi Perkembangan Teknologi

    Menkominfo menyatakan perkembangan dunia digital telah mendorong media berinovasi dan menghadirkan cara-cara baru dalam menyajikan berita. Selengkapnya

    Siaran Pers No. 235/HM/KOMINFO/03/2024 tentang Wamenkominfo: Ekonomi Digital Ciptakan 3,7 Juta Pekerjaan Tambahan pada 2025

    Kehadiran ekonomi digital menciptakan berbagai peluang pekerjaan baru yang diperkirakan mencapai 3,7 juta pekerjaan tambahan pada Tahun 202 Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA