FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    18 10-2016

    2799

    Kesejahteraan Untuk Semua

    Kategori Kerja Nyata | mth

    Duapuluh enam jam, alias sehari semalam lebih. Itulah waktu yang dibutuhkan untuk menempuh perjalanan darat dari ibukota Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak, ke ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, Putussibau, di musim hujan. Jaraknya memang “hanya” sekitar 800 km, namun kondisi jalan yang rusak berat dan licin, membuat laju mobil selalu tersendat. Itu baru sampai ibukota kabupatennya.

    Untuk sampai di Kecamatan Badau, kecamatan paling ujung yang berbatasan dengan Sarawak, Malaysia, masih butuh waktu tiga atau empat jam lagi, melalui jalan yang kondisinya juga rusak berat. Kesulitan akses membuat Kecamatan Badau terasa lebih jauh dari jarak sesungguhnya. Tak
    heran, banyak orang Pontianak kalau mau ke Badau lebih suka lewat Malaysia daripada lewat wilayah sendiri. Alasannya, selain lebih cepat, jalannya juga lebih mulus.

    “Dari Ponti (maksudnya Pontianak--pen), kalau mau ke Badau lebih enak menyeberang dulu via Pos Entikong. Masuk wilayah Malaysia, lanjut ke
    Serian, setelah itu belok kanan sampai Lubok Antu. Nah, dari Lubok Antu ini baru masuk lagi ke wilayah Indonesia dan langsung ketemu Kec
    Badau. Total waktu yang dibutuhkan hanya lima jam, jauh lebih cepat daripada lewat Sintang,” terang Wijayakusuma (55), dosen Universitas Tanjungpura yang baru saja melakukan perjalanan survei ke Badau.

    Minimnya infrastruktur jalan inilah salah satu kendala yang membuat Badau relatif tertinggal dibanding kecamatan lain di Kapuas Hulu. Bagaimana tidak? Sekadar memenuhi kebutuhan bahan bakar atau makanan pokok pun, warga Badau harus mendatangkan dari Lubok Antu. “Apalagi bahan bangunan seperti besi dan semen, nyaris tak ada yang masuk ke wilayah ini karena mahalnya ongkos angkutan. Wajar jika akhirnya pembangunan fsik di daerah ini sangat tertinggal. Apalagi soal kesejahteraan, sangat jauh tertinggal,” ujar pria yang mengajar di Fakultas Ilmu Sosial ini.

    Ia menuturkan, selama ini daerah perbatasan masih cenderung dianggap sebagai halaman belakang negara daripada sebagai pintu gerbang.
    Padahal sesungguhnya, wilayah inilah yang berhadapan langsung dengan negara lain. “Jadi mestinya lebih gemerlap dibanding daerah
    lain yang non perbatasan. Tapi kenyataannya, kondisinya terbalik,” imbuhnya.

    Membangun dari Pinggiran
    Oleh karena itu, Wijayakusuma menyambut baik saat Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintahannya akan fokus pada
    percepatan pembangunan infrastruktur, terutama di daerah pinggiran dan perbatasan antar-negara. Terlebih tujuannya jelas, yaitu untuk menciptakan
    titik pertumbuhan ekonomi baru di daerah pinggiran dan perbatasan.

    “Sudah saatnya daerah perbatasan dikembangkan menjadi pintu gerbang negara. Menjadi wilayah yang maju dan sejahtera, sehingga menarik perhatian dan mendorong negara lain untuk lebih menghargai negara Indonesia yang kita cintai ini,” tandasnya

    Di tahun 2016 ini, pemerintah memang sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur secara merata di seluruh Indonesia. Dana
    sebesar Rp313,5 triliun telah digelontorkan untuk pembangunan jalan raya, rel kereta api, pelabuhan laut, bandar udara hingga pasar.

    “Dengan demikian, pembangunan tidak hanya berorientasi ke wilayah Jawa atau Jawa-sentris, tetapi juga Kalimantan, Papua, Nusa Tenggara
    Timur, dan lainnya” ujar Presiden Joko Widodo saat meninjau pembangunan Pos Lintas Batas Negara di Entikong, Kalimantan Barat, Maret 2016 lalu.

    Perdesaan Menjadi Prioritas
    Untuk lebih memajukan kesejahteraan masyarakat, pemerintah saat ini pun fokus pada pembangunan dan pemberdayaan desa. Dalam
    RPJMN 2015-2019 pemerintah telah menetapkan 39 Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN). Implementasi target RPJMN tersebut dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertama dilaksanakan pada tahun 2015-2016 dengan 14 KPPN yang akan dikembangkan. Kemudian tahap kedua sebanyak
    14 KPPN yang akan mulai dilaksanakan di tahun 2017 dan tahap ketiga di tahun 2018 dengan 11 KPPN yang akan dikembangkan.

    Beberapa daerah yang merupakan target pengembangan kawasan pusat pertumbuhan di antaranya yaitu Banyuwangi, Praya, Tanjung Siapiapi, Labuan Bajo, Sidikalang, Daruba, Merauke, Pasau Jaya, Misool, Bula, Maba, Poso, Tabanan, dan Pinrang.

    “Dari rencana tersebut, tampak bahwa pemerintah sangat serius mendorong pertumbuhan ekonomi dari tingkat yang paling bawah, yaitu desa. Harapannya, pembangunan dan pemberdayaan desa ini nantinya mampu menumbuhkan sektor usaha dan industri lokal seperti kerajinan, pertanian, perikanan, perkebunan, dan lainnya sehingga desa yang mandiri pun bisa terwujud,” urai Wijayakusuma.

    Namun ia mengingatkan, selain pembangunan infrastruktur, pembangunan manusia juga harus diperhatikan secara sungguh-sungguh. Hal ini penting, karena tanpa pembangunan sumberdaya manusia, pembangunan fsik yang spektakuler sekalipun tidak akan ada artinya.

    Untuk itu pemerintah telah mulai mengerahkan ribuan tenaga pengajar untuk menghasilkan SDM yang berkualitas dari berbagai penjuru. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah merekrut 7.000 Guru Garis Depan untuk dikirimkan ke daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) di 93 kabupaten yang tersebar di 28 provinsi. Sebelumnya pada tahun 2015 pemerintah telah mengirimkan 1.000 guru PNS yang termasuk ke dalam program Sarjana Mengajar di daerah 3T (SM3T) ke wilayah seperti Raja Ampat, Jayawijaya, Waropen, Manokwari, Manokwari Selatan, Sorong Selatan, Kepulauan
    Yapen, Lanny Jaya, Sumba Timur, Kupang, dan juga Manggarai Timur.

    Jalan menuju kemakmuran dan kesejahteraan yang merata di seluruh wilayah tengah dirintis pemerintah. Tentu tidak semua hal bisa diselesaikan dalam tempo singkat. Ibarat pepatah, “Roma tidak dibangun dalam sehari”, membangun infrastruktur untuk mendorong kesejahteraan
    rakyat pun butuh waktu. “Apa yang dilakukan pemerintah sudah berada di jalur yang benar. Mari kita kawal bersama agar cita-cita mensejahterakan rakyat secara adil dan merata benar-benar menjadi kenyataan,” pungkas Wijayakusuma.

    Kerja nyata pemerintah dalam Pemerataan antar Kelompok Pendapatan berdasarkan arah kebijakan yang ditetapkan oleh Bappenas:
    Mendorong aktivitas ekonomi untuk menghasilkan kesempatan kerja dan usaha yang lebih luas. Pemerintah telah meluncurkan
    program “Investasi Padat Karya Menciptakan Lapangan Kerja” yang bertujuan untuk menekan jumlah pengangguran.

    Pada Oktober 2015 yang lalu pemerintah menggandeng 16 perusahaan padat karya yang akan merekrut tenaga kerja
    secara masif hingga mencapai 121 ribu tenaga kerja di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di awal tahun ini Presiden Joko Widodo juga telah
    meluncurkan program serupa untuk wilayah Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua yang akan menyerap 11.727 tenaga kerja.

    Pengembangan ekonomi produktif

    Salah satu poin pada Paket Kebijakan Ekonomi XI yang diluncurkan Maret 2016 lalu adalah tentang Kredit Usaha Rakyat Berorientasi Ekspor (KURBE)  Pemerintah berkomitmen untuk untuk menyediakan fasilitas pembiayaan ekspor yang lengkap dan terpadu untuk modal kerja bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Penetapan tingkat suku bunga di angka 9% per tahun juga merupakan salah satu stimulus yang diberikan pemerintah untuk mendorong bermunculannya unit-unit usaha rakyat yang baru dan juga untuk meningkatkan daya saing produk ekspor UMKM berbasis kerakyatan. Realisasi penyaluran KUR sampai dengan 30 Juni 2016 mencapai Rp54,76 triliun yang diterima oleh 2.450.513 debitur perorangan (termasuk TKI) dan badan hukum (UMKM).

    Perluasan pelayanan dasar. Poin ketiga ini meliputi peningkatan ketersediaan infrastruktur dan sarana, juga pengembangan dan penguatan sistem penyediaan layanan dasar. Salah satu penyebab kemiskinan adalah terputusnya akses masyarakat terhadap berbagai layanan publik. Pembangunan dan perbaikan infrastruktur yang saat ini tengah dilakukan oleh pemerintah akan memudahkan masyarakat dalam memperoleh akses pelayanan publik dasar, misalnya pendidikan dan kesehatan yang pada akhirnya akan membantu masyarakat terlepas dari kemiskinan.

    Penyelenggaraan perlindungan sosial yang komprehensif. Termasuk ke dalam poin keempat ini yaitu Kartu Sakti Joko Widodo yang terdiri dari Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), serta perluasna cakupan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Bantuan Tunai Bersyarat (PKH). Dalam kurun 2014-2015 jumlah penerima KIP mencapai 32,9 juta sswa dengan alokasi anggaran sebesar Rp26.9 triliun.

    Pada tahun 2016, sasaran KIP ditargetkan sebesar 19,6 juta siswa dengan alokasi anggaran sebesar Rp11,6 triliun. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) untuk tahun 2016 penerima KIS bertambah menjadi 92,4 juta warga kurang mampu, sementara itu KIP diberikan kepada 20,3 juta anak usia sekolah dari keluarga pemegang KKS.

    Berita Terkait

    Kota Bersih Masyarakat Sehat

    Menelusuri kembali sudut-sudut Kota Surabaya setelah lima tahun ditinggalkan, membuat mata Heri Rubiyanto (41) terbelalak takjub. Tempat-tem Selengkapnya

    Reformasi Birokrasi, Pelayanan Terbaik Untuk Republik

    Banyak orang langsung mengernyitkan kening ketika diajak bicara tentang birokrasi Indonesia. Terbayang di benak, pelayanan yang ruwet dan pe Selengkapnya

    Deregulasi Untuk Gaet Investasi

    Tiga jam. Itulah waktu yang diberikan Presiden Joko Widodo kepada pemerintah daerah untuk melayani satu perizinan investasi di daerah. Hal i Selengkapnya

    Sehat Untuk Semua

    Suatu pagi di Desa Sei Areh, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Saat itu Dina (27) sedang berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA