FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    18 10-2016

    4691

    Kerja Nyata Menuju Swasembada

    Kategori Kerja Nyata | mth

    Regi Agustian (23) tampak serius berdiskusi dengan petani di Desa Bandengan, Kec Mundu, Kab Cirebon, Jawa Barat. Sesekali mahasiswa Institut Pertanian
    Bogor (IPB) yang sedang melakukan pendampingan Program Upaya Khusus Padi, Jagung dan Kedelai (Upsus Pajale) ini menengok hamparan gabahkering hasil panen di depannya.

    Sambil berdialog tangannya sibuk mencatat hal-hal penting di selembar kertas. Wajahnya tampak puas. “Tahun ini hasil panen naik signifkan,” ujarnya, disambut senyum cerah para petani yang mengelilinginya. Regi memang patut bersyukur. Kiprahnya mendampingi para petani dalam melaksanakan
    program Upsus Pajale tak sia-sia. Produksi gabah kering panen (GKP) di desa Bandengan yang semula hanya 6,1 ton per hektare, tahun ini bisa digenjot menjadi 6,5 ton per hektare. “Ini berkat kerja keras para petani yang tertib menerapkan prinsip-prinsip upaya khusus dengan baik,” ujar
    lajang berkulit putih ini.

    Ia lantas bercerita tentang teori Malthus yang menyebutkan suatu saat dunia akan kekurangan pangan lantaran produksi pangan terus menurun
    sementara jumlah penduduk terus membengkak. “Intinya, kalau cara produksi pangan kita masih begitu-begitu saja, bukan mustahil suatu saat kita
    akan kelaparan. Oleh karena itu, Upsus Pajale yang diterapkan pemerintah ini sangat tepat, karena akan menjawab permasalahan terkait ketersediaan
    pangan secara berkelanjutan,” imbuhnya.

    Mimpi Saja Tak Cukup
    Regi benar. Sekadar bermimpi menjadi negeri yang mampu swasembada pangan saja tidaklah cukup. Sebuah impian tidak perlu banyak dibicarakan,
    tetapi harus diperjuangkan dalam bentuk kerja nyata. Syukurlah, impian “Pencapaian Swasembada Pangan Berkelanjutan” yang harus dicapai pada akhir 2017, mulai memperlihatkan hasilnya melalui Program Upsus Pajale (Upaya Khusus Padi, Jagung dan Kedelai).

    Melalui program ini, Indonesia mampu menaikan peringkat Indeks Ketahanan Pangan Global 2016 (Global Food Security Index/GFSI). Hasil riset GFSI yang dilansir dari foodsecurityindex.eiu.com menunjukkan Indonesia mampu menaikkan peringkatnya dari 74 ke 71 di antara 133 negara. Hal itu dinilai dari 3
    parameter yakni dari parameter keterjangakauan
    (affordability), ketersediaan (availability), serta kualitas dan keamanan (quality and safety).

    Masing-masing parameter memiliki indikator dalam menentukan nilai ketahanan pangan suatu negara. Dari parameter Keterjangkauan Indonesia berada di peringkat 70 dari peringkat keseluruhan yaitu peringkat 71. Sementara itu Parameter Ketersediaan Indonesia mencapai peringkat 66 jauh lebih tinggi dari peringkat keseluruhan(71). Naiknya Parameter Keterjangkauan dan Ketersediaan yang membawa Indonesia menjadi negara yang meraih peningkatan ketahanan pangan terbesar.

    Naiknya peringkat parameter keterjangkauan tidak lepas dari upaya kinerja nyata pemerintah diantaranya memotong rantai pasok seperti penyediaan kapal sapi, membangun Toko Tani Indonesia (TTI) minimal 1000 TTI di seluruh Indonesia pada tahun 2016, memberantas mafa dan midle man dalam perdagangan komoditas pertanian, serta mengaktifkan BULOG sebagai off-taker produk pangan pokok sekaligus sebagai agen distribusinya melalui mekanisme desain struktur pasar baru.

    Sementara itu meningkatnya nilai parameter Ketersediaan pangan sangat erat hubungannya dengan kinerja nyata pemerintah dalam memproduksi berbagai komoditas pangan utama, yaitu melalui Program Upsus Pajale. Sepanjang tahun 2015 pemerintah mampu menaikkan produksi tiga pangan utama tersebut. Dilansir dari data BPS ASEM 2015 produksi Padi naik 6,37 %, produksi jagung naik 3, 17% dan produksi kedelai naik 0,85%.

    Tantangan dan Upaya
    Untuk mencapai swasembada berkelanjutan melalui Upsus Pajale tidak lepas dari berbagai kendala yang harus dihadapi diantaranya kendala internal yaitu otonomi daerah, perubahan pola konsumsi, dinamika pasar pangan dan meningkatnya kebutuhan pangan akibat jumlah populasi penduduk Indonesia yang hampir mencapai Rp2.838.1 Miliar. Sementara tantangan global Indonesia harus siap menghadapi masyarakat ekonomi asean, dimana sumber daya manusia perlu ditingkatkan.

    Untuk mensukseskan Upsus Pajale tidak lepas dari segala upaya dan integrasi berbagai aspek pembangunan pertanian. Pemerintah pun melakukan upaya keseluruhan di segala aspek diantaranya dari sisi kebijakan dan regulasi meliputi Revisi Perpres 174/201, HPP, Sergap dan stabilisasi harga, buffer stock. Selain itu menyediakan dana Anggaran Pembangunan Belanja Negara Perubahan (APBN) 2015 sebesar Rp 16,9 Triliun untuk menggenjot produksi pangan Padi, Jagung, Kedelai.

    Ketersediaan tenaga penyuluhan dalam pengawalan dan pendampingan ini menjadi unsur penting. Pengawalan dan pendampingan ini, tidak hanya dilakukan oleh para penyuluh (PNS dan THL) dan Babinsa (Bintara Pembina Desa) saja, melainkan mahasiswa dan penyuluh swadaya
    (petani) pun dilibatkan. Penyuluh, Babinsa dan mahasiswa merupakan salah satu penggerak bagi para petani sebagai pelaku utama karena dapat
    berperan sebagai komunikator, fasilitator, advisor, motivator, edukator, organisator dan dinamisator.

    Selain itu kesuksesan juga tidak lepas dari upaya untuk penyediaan gudang pasca panen, perluasan areal, alsintan (traktor, pompa air,
    transplanter, combine harvester, power thresser, dryer, RMU, dll), bantuan pupuk, ketersediaan benih unggul (varietas, jumlah, tempat, waktu,
    mutu, harga), dan perbaikan jaringan irigasi.

    Dari berbagai upaya dan integrasi tersebut, sepanjang tahun 2015, Pemerintah mampu melakukan penyaluran sarana produksi padi tepat waktu, risiko puso diminimalisir, rehabilitasi irigasi tersier 2,6 juta hektar (ha), optimasi lahan 932 ribu ha, dan bantuan alsintan 80 ribu unit. Hasilnya terjadi luas tambah tanam 630 ribu ha, biaya produksi hemat 30-40%, serta meningkatnya produksi padi, jagung dan kedelai.

    Kepuasan Petani, Sejahtera Indonesia
    Pemerintah menyadari untuk mencapai swasembada berkelanjutan tidak dapat bekerja sendiri, petani menjadi ujung tombak kesuksesan
    program Upsus Pajale. Kepuasan petani menjadi hal penting dalam menilai segala upaya pemerintah. Survei INDEF yang dilakukan pada
    bulan Maret 2016 di 9 provinsi, 22 kabupaten, 63 kecamatan, 254 Desa dan 1.200 responden Petani menunjukkan tingkat kepuasan pada hasil kinerja
    pemerintah. Kepuasan petani itu terlihat dari hasil kinerja sepanjang 2015-2016.

    Target Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan
    Tidak ada kata berhenti untuk berusaha. Impian bangsa menuju swasembada pangan harus segera diwujudkan. Untuk meningkatkan produksi Padi,
    jagung dan kedelai setiap tahunnya, pemerintah telah menyusun
    roadmap cetak sawah baru 2016-2019 dengan target 1,0 juta hektar. Cetak sawah
    di tahun 2016 sebanyak 200 ribu ha dan sisanya dikerjakan pada tahun 2017 hingga 2019.

    Selain itu pemerintah juga telah menyiapkan roadmap membangun irigasi berkelanjutan 2016 hingga 2019 dengan sinergis tiga kementerian
    yakni Kementan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian PUPR. Sinergis ini dengan Kementerian LHK mengamankan hulu, daerah aliran sungai dan sumber-sumber air di area hutan. Kementerian PUPR membangun waduk, bendungan, Irigasi primer dan sekunder. Sementara Kementan membangun irigasi tersier, dam-parit, longstorage, embung, dan sumur dangkal.

    Kembali ke impian menjadi bangsa mandiri di sektor pangan, segala langkah kini tengah diupayakan. Regi Agustian dan kawan-kawan serta para petani di seluruh Nusantara akan terus berjuang agar impian itu benar-benar menjadi kenyataan.

    Berita Terkait

    2 Tahun Kerja Nyata Jokowi - JK

    Nawacita adalah konsep besar untuk memajukan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. Untuk mengubah dan mewujudkannya, diperl Selengkapnya

    Kesejahteraan Untuk Semua

    Duapuluh enam jam, alias sehari semalam lebih. Itulah waktu yang dibutuhkan untuk menempuh perjalanan darat dari ibukota Provinsi Kalimantan Selengkapnya

    Sehat Untuk Semua

    Suatu pagi di Desa Sei Areh, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Saat itu Dina (27) sedang berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan Selengkapnya

    Revolusi Mental Menuju Bangsa Maju dan Beradab

    "Mengubah perilaku, kan? Yang tadinya malas jadi rajin, gak korupsi, PNS gak bolos.” Itulah ungkapan polos Ridwansyah (30), seorang supir Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA