FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    26 05-2022

    711

    Mantra Baru Bernama Tangguh Bencana

    Kategori GPDRR | mth
    Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Deputy Secretary General of the United Nations Amina J Mohammed (kanan) berjalan menuju lokasi pembukaan Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Nusa Dua, Bali, Rabu (25/5/2022) - (antarafoto)

    Ketangguhan suatu negara ketika menghadapi bencana di wilayahnya dan mampu melewatinya bersama seluruh komponen bangsa akan memunculkan sebuah energi baru di masa depan. Resiliensi itu harus mendarah daging dalam setiap sendi kehidupan masyarakat sembari mengajak mereka untuk selalu siaga di kala bencana menghampiri.

    Oleh sebab itu, dalam setiap program sosial, perencanaan mata anggaran pendapatan dan belanja suatu negara hingga ke pembangunan sebuah gedung baru, aspek ketangguhan terhadap bencana harus jadi prioritas.

    Di mata Presiden Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-76, Abdulla Shahid, energi itu disebutnya sebagai sebuah mantra baru yang mampu melindungi suatu bangsa dari keterpurukan akibat bencana.

    Bagi Menteri Luar Negeri Maladewa itu, setiap ide untuk ketangguhan bencana harus dirancang dan dijalankan sesuai alurnya agar bisa mengurangi dampak risikonya. "Jika tidak, justru itu akan semakin meningkatkan bencana dan ancaman bahaya terkait perubahan iklim," katanya.

    Abdulla Shahid mengutarakannya saat pembukaan kegiatan Platform Global Pengurangan Risiko Bencana Ketujuh (7th Global Platform Disaster Risk Reduction) di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu (25/5/2022).

    Ia menambahkan, urbanisasi yang selalu meningkat telah menghadirkan tantangan baru. Ia mencontohkan, konflik di Ukraina memicu terjadinya ancaman kelaparan dan ketegangan sosial di tengah tekanan pandemi yang telah terjadi lebih dari dua tahun belakangan.

    Menurutnya, untuk mewujudkan tangguh bencana ini, maka seluruh pemangku kepentingan harus bersatu. Salah satunya adalah sektor asuransi karena sebagai kekuatan vital. Sayangnya kekuatan asuransi itu tidak terpelihara dengan baik padahal mereka adalah sektor yang paling tanggap terhadap bencana dan akan selalu meningkat risikonya. "Kita harus lebih banyak lagi menggandeng sektor asuransi ini di tingkat global agar tercipta sebuah perubahan dan tidak ada lagi keputusasaan ketika menghadapi bencana," tegasnya.

    Mencontoh Indonesia

    Karena itu, Shahid meminta dunia mencontoh Indonesia yang merupakan negara rentan bencana namun dapat proaktif berinvestasi pada penanggulangan agar tangguh menghadapi bencana. "Banyak yang bisa dipelajari dari model yang telah diterapkan oleh Indonesia. Pandemi Covid-19 telah membuktikan bahwa seperti itulah apa yang disebut sebagai sebuah risiko dari bencana," urainya.

    Hal senada ikut disampaikan Deputi Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed dalam acara yang sama. Ia meminta dunia untuk berkaca dari Indonesia dalam hal resiliensi bencana terutama Covid-19. PBB memuji kepemimpinan Indonesia yang telah melakukan vaksinasi bagi 270 juta penduduk di mana organisasi terbesar di dunia tersebut menyebutnya sebagai prestasi besar.

    Kesuksesan program vaksinasi ini telah membuat rakyat Indonesia terlindungi dari Covid-19. Ia menyebut Indonesia sebagai mitra penting yang memiliki banyak hal untuk diajarkan kepada dunia tentang bencana. "Resiliensi bencana dan kesediaan Indonesia untuk menjadi tuan rumah merupakan bukti dari peran utama yang dimainkan Indonesia dalam mempertahankan pembangunan dan aksi iklim," kata Amina Mohammed. 

    Seperti diketahui, kasus harian Covid-19 di Indonesia sempat menyentuh angka 64.718 kasus pada 16 Februari 2022 dan turun drastis menjadi tinggal 315 kasus harian per Rabu (25/5/2022). Kondisi ini tak lepas dari keberhasilan vaksinasi massal yang telah menghabiskan 411 juta dosis vaksin kepada lebih dari 208 juta penduduk.

    Amina Mohammed menilai keberhasilan Indonesia tak lepas dari kolaborasi dengan lembaga-lembaga internasional untuk mengatasi risiko bencana dan perubahan iklim yang berkembang dan memperkuat pembangunan bagi kemanusiaan. Ini rentan karena memiliki risiko paling besar. Pandemi menyebabkan krisis global berlipat ganda dan berisiko tinggi. 

    Teknologi Kebencanaan

    Amina juga menyoroti penggunaan kemajuan teknologi untuk mengurangi risiko kebencanaan di dunia. Terutama di negara-negara miskin, negara-negara pulau kecil dan miskin, serta negara-negara berkembang. Ketika terjadi bencana, negara-negara seperti ini akan semakin menderita dan menimbulkan krisis yang berkepanjangan bahkan hingga beberapa dekade lamanya.

    Situasi itu dalam jangka panjang bakal berdampak serius bagi ekonomi negara tersebut terutama bagi perempuan, anak-anak, dan disabilitas sebagai kelompok paling rentan. Mereka akan semakin terpinggirkan dan terasing. Dunia harus segera membantu agar hal itu tidak terjadi. "Contoh konkretnya adalah penyediaan sistem peringatan dini bencana sebagai tindakan adaptasi yang layak dan efektif," kata Amina.  

    Kendati menurutnya investasi yang diperlukan bagi sistem peringatan dini bencana nilainya sangat mahal, tetapi dengan bekerja selama 24 jam, sistem itu bisa mengurangi kerusakan yang ditimbulkan hingga 30 persen atau bahkan setengahnya. Karena itu ia mengajak negara-negara di dunia untuk berkolaborasi dalam memitigasi bencana tersebut. "Saat ini negara-negara yang tergabung di dalam Badan Meteorologi Dunia telah memiliki teknologi tersebut. Saya masih ingat bahwa Sekjen PBB Antonio Gutteres pernah meminta organisasi itu untuk mempresentasikan sebuah rencana aksi bagi hal ini pada Konferensi Iklim di Mesir, 27 November nanti," urainya.

    Ia memprediksi seluruh umat manusia di muka bumi dalam lima tahun ke depan akan terlindungi oleh sebuah sistem peringatan dini bencana global.

    Empat Konsep Resiliensi 

    Saat membuka GPDRR Ketujuh, Pemerintah Indonesia menawarkan kepada dunia empat konsep resiliensi bencana berkelanjutan. Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo saat membuka pertemuan di mana Indonesia menjadi negara pertama di Asia yang menjadi tuan rumah GPDRR ini.

    Empat konsep itu didasari pada kenyataan bahwa di Indonesia tantangan kebencanaan bisa terjadi setiap saat, dan oleh karenanya masyarakat dan pemerintah harus selalu siaga dan sigap menghadapi bencana. Juga membangun sistem peringatan dini multibencana.

    "Pertama, kita harus memperkuat budaya dan kelembagaan siaga bencana yang antisipatif, responsif, dan adaptif saat menghadapi bencana. Yang kedua, setiap negara harus berinvestasi dalam sains, teknologi, dan inovasi, termasuk dalam menjamin akses pendanaan dan transfer teknologi," ucap Presiden Joko Widodo.

    Menurut Presiden, akses pendanaan menjadi isu penting yang harus ditangani secara serius sebagaimana upaya Indonesia menyusun strategi pendanaan dan asuransi bencana dengan membentuk dana bersama (pooling fund) bencana.

    Hal ketiga adalah membangun infrastruktur yang tangguh bencana dan perubahan iklim. Seperti membangun dam, pemecah ombak, waduk, dan tanggul guna meningkatkan kesiapsiagaan bencana.

    Kehadiran infrastuktur hijau seperti pelestarian hutan mangrove, cemara udang di pantai, dan vetiver yang membantu meminimalisir risiko longsor. Tersedianya ruang terbuka hijau harus dijadikan prioritas pembangunan infrastruktur. "Perlindungan pada masyarakat kelompok rentan yang bertempat tinggal di wilayah berisiko tinggi harus mendapat perhatian serius," ujar Joko Widodo.

    Terakhir, Presiden mengajak seluruh negara untuk berkomitmen mengimplementasikan kesepakatan-kesepakatan global di tingkat nasional hingga lokal. "Kerangka Kerja Sendai, Kesepakatan Paris, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) merupakan persetujuan internasional yang penting dalam upaya pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim. Saya mengajak seluruh negara untuk berkomitmen dan bersungguh-sungguh mengimplementasikannya," tegas Presiden Jokowi.

    Pembukaan GPDRR dihadiri oleh 7.470 peserta dari 185 negara. Lebih dari 30 pejabat setingkat menteri di antaranya dari Armenia, Jepang, Malaysia, Filipina, Uganda, Zimbabwe turut hadir. Begitu pula Wakil Presiden Zambia Mutale Nalumango dan Utusan Khusus PBB Untuk Pengurangan Risiko Bencana, Mami Mizutori serta Sekretaris Jenderal ASEAN Lim Jock Hoi. 

    Penulis: Anton Setiawan
    Redaktur: Elvira Inda Sari

    Berita Terkait

    WRC 5 GPDRR 2022, Dunia Bisa Belajar Penanganan Bencana ke Indonesia

    Penanganan bencana alam yang masuk dalam kategori penanganan bencana baik, saat pemerintah melakukan penanganan erupsi Gunung Semeru yang te Selengkapnya

    Murid SDN 2 Tanjung Benoa, Unjuk Kebolehan Hadapi Bencana

    Simulasi ini menjadi salah satu rangkaian Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ke-7 yang digelar mulai 23 hingga 28 Mei 2022, Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA