FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    17 12-2020

    3257

    Pengaturan ASO Bawa Efisiensi Penyiaran di Indonesia

    Kategori Berita Kominfo | doni003

    Jakarta, Kominfo – Undang-undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mendorong penerapan Analog Switch Off (ASO) paling lambat 2022. Pengaturan itu membawa efisiensi dalam penggunaan pita frekuensi di Indonesia. Dalam pasal tersebut, penggunaan pita frekuensi yang diperuntukkan bagi televisi sesuai dengan kebutuhan.
    "Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja membawa efisiensi dalam penggunaan frekuensi, " Direktur Penyiaran Direktorat PPI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Geryantika Kurnia saat diskusi media (Dismed) Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) “Migrasi Penyiaran Digital, Menuju Masyarakat Informasi". Diskusi FMB 9 digelar secara virtual dari ruang Serba Guna Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Jakarta, Kamis (17/12/2020).
    Peralihan televisi dari analog ke digital ditegaskan Direktur Penyiraran berdampak besar dalam penggunaan pita frekuensi. Terdapat sejumlah perubahan penggunaan frekuensi secara signifikan yang diperuntukkan bagi sektor penyiaran dalam negeri, khususnya televisi.
    Efisiensi yang dimaksud adalah penggunaan pita frekuensi yang diperuntukkan bagi seluruh stasiun televisi dapat dipangkas hingga mencapai 176 Mega hertz dari yang sebelum memakan pita frekuensi sebanyak 328 Mega hertz.
    "Migrasi ke digital dari kebutuhan frekuensi yang tadinya mencapai 328 Mega hertz hanya dibutuhkan sebanyak 176 Mega hertz. Sisanya 112 Mega hertz dipergunakan sektor lainnya," katanya.
    Selanjutnya, menurut Diretur Geryantika, kebutuhan pemancar yang tadinya sangat besar pun kini dengan beralihnya analog ke digital dapat ditekan sedemikian rupa. Ketika beralih ke digital, satu pemancar dapat dipergunakan oleh 13 program berbeda yang disiarkan secara langsung ke berbagai wilayah. "Satu pemancar dapat diisi oleh 13 program dari siaran televisi," ujarnya.
    Adanya efisiensi pita frekuensi yang dipergunakan, lanjut dia, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo akan membuat kualitas siaran lebih baik. Bahkan pemerintah menjamin siaran televisi yang diberikan dapat lebih baik daripada menggunakan televisi analog. "Pemerintah menjamin kualitas siaran berkualitas," jelas Direktur Penyiaran.
    Pemerataan siaran televisi juga semakin baik, karena dengan digital mampu menjangkau berbagai pelosok yang terdapat di dalam negeri. Khususnya, di wilayah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T) pemerintah memastikan mendapatkan siaran televisi yang berkualitas. "Televisi digital dapat mencakup banyak wilayah di berbagai pelosok Indonesia," kata Direktur Geryantika.

    Sikapi Persaingan

    Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution berharap pemerintah bisa menyikapi tantangan digitaliasi saat pelaksanaan migrasi penyiaran atau Analog Switch Off (ASO) diberlakukan pada 2 November 2022 mendatang. Salah satu tantangan tersebut persaingan pelaku industri televisi. Menurutnya, hal itu terjadi karena Indonesia adalah negara dengan jumlah stasiun TV Free to Air  (FTA) terbanyak di dunia. Tercatat 728 Lembaga Penyiaran Publik (LPP)/Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) tersebar di 34 provinsi, belum termasuk TV siaran digital yang telah mempunyai lisensi, sebanyak 103 unit. “Persaingan pelaku industri televisi harus diantisipasi. Pemerintah harus bisa menyikapi ini," ujarnya.
    Syafril Nasution menyebut bahwa Industri TV FTA secara alamiah merupakan industri padat modal, diantaranya modal investasi untuk membangun infrastruktur dan fasilitas, modal kerja untuk membangun Sumber Daya Manusia dan modal kerja untuk memproduksi konten yang berkualitas.
    Untuk menarik pemasang iklan, TV FTA harus memiliki jangkauan. Ribuan pulau harus dijangkau dengan membangun stasiun relay dan tenaga profesional di lapangan.
    Dengan banyaknya pelaku usaha, iklim kompetensi perebutan kepemirsaan menjadi semakin ketat dan cenderung tidak sehat. “Ke depan perlu tersedianya alokasi spektrum frekuensi yang cukup untuk mengikuti perkembangan teknologi penyiaran," kata  Ketua ATVSI.
    Industri TV FTA menurut Syafril Nasution juga mengalami stagnansi akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi akibat penurunan ADEX. Belum lagi diperparah dengan pandemi COVID-19. Serta munculnya platform media baru (OTT).
    Untuk itu, kata Direktur ATVSI, perlu adanya kesetaraan regulasi antara industri TV FTA dengan media baru berplatform digital agar persaingan lebih sehat. Termasuk adanya kemudahan dalam bekerja, salah satunya pengurusan perizinan yang lebih cepat, disamping ada kesetaraan regulasi TV FTA dan media digital baru.
    ATVSI sendiri saat ini telah melakukan berbagai persiapan menuju digitalisasi penyiaran ini. Diantaranya LPS penyelenggara multipleksing di 12 wilayah layanan provinsi  telah ditenderkan dan saat ini ada yang telah bersiaran digital penuh dan sedang uji coba. Kemudian persiapan infrastruktur berupa penggantian perangkat digital juga telah dilakukan, disaping kesiapan SDM  melalui berbagai pelatihan. Penghitungan rencana tarif sewa Mux, dan sosialisasi mengenai digitalisasi kepada masyarakat, juga telah dilaksanakan.
    LPS penyelenggara program yang berafiliasi dengan LPS penyelenggara Mux juga telah ikut bersiaran digital, baik uji coba ataupun on air.

    Berita Terkait

    [Berita Foto] Menkominfo Audiensi dengan Diaspora Indonesia di Barcelona

    Menteri Budi Arie mendorong Diaspora Indonesia di Spanyol memberikan sumbangsih bagi Indonesia. Selengkapnya

    Peringatan Thailand Soal Vaksin Covid-19 Picu Kanker dan Tumor Otak? Itu Hoaks!

    Faktanya, klaim yang beredar itu tidak benar. Selengkapnya

    Bantuan untuk Gaza Dibuang di Mesir? Awas Hoaks!

    Faktanya video tersebut tidak ada kaitannya dengan bantuan untuk Gaza. Selengkapnya

    Perubahan Iklim Hasil Konspirasi? Itu Hoaks!

    Dalam catatan geologi, perubahan iklim selalu terjadi baik karena faktor alami atau akibat manusia. Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA