Awas Hoaks! Bantuan Dana Peserta BPJS Kesehatan
Hasil penelusuran Tim AIS Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan fakta ternyata informasi bantuan dana Rp125 juta untuk peserta BP Selengkapnya
Jakarta, Kominfo - Pemerintah tidak akan pernah membiarkan oknum penebar ujaran kebencian bebas dalam jeratan hukum. "Siapapun pelakunya, penegakan hukum tetap berlaku tanpa tebang pilih," kata Kepala Sub Direktorat Penyidikan Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Teguh Arifiyadi dalam Konferensi Nasional Anti Ujaran Kebencian dan Perlindungan Kebebasan Berekspresi di Indonesia yang diselenggarakan oleh Imparsial The Indonesian Human Right Monitor di hotel Aryaduta, Jakarta, Jum'at (15/1/2019).
Teguh menyatakan selama ini Polri berupaya melakukan penegakan hukum dengan profesional. "Saya termasuk salah satu orang yang salut dengan teman-teman Polri karena penegakan hukum sebanyak itu masih difitnah, masih ada orang-orang yang sengaja menebar ujaran kebencian demi kepentingan kelompoknya. Saya tahu persis karena kalau ada berita apapun, Polri selalu koordinasi dengan Kominfo," kata Teguh.
Teguh mengatakan, stigma sebagian masyarakat Indonesia maupun kelompok dan golongan tertentu menilai bahwa UU ITE berafiliasi pada oknum sehingga membiarkan korban dari masalah ujaran kebencian tersebut. Teguh menegaskan agar stigma seperti itu harus diluruskan.
"Kalau bicara UU ITE, dominasi pemikiran masyarakat kita adalah korban, jadi orang sebut korban UU ITE, ini sebetulnya yang perlu kita luruskan. Banyak yang menyampaikan di ruang publik bahwa UU ITE itu isinya pasal karet, padahal mereka tidak baca keseluruhan dari UU ITE," ujar Teguh.
Teguh menambahkah, adapun pasal-pasal yang berkaitan dengan konten UU ITE hanya ada lima pasal, sementara yang berkaitan dengan ujaran kebencian hanya ada dua pasal. Pemerintah melalui Kementerian Kominfo selalu menekankan ketentuan hukum harus berjalan sesuai dengan koridornya.
"Kami yakin dan kami percaya bahwa selama penegakan hukum berjalan sesuai koridor maka tidak ada yang namanya pasal karet. Sebaliknya, jika penegakan hukum tidak sesuai dengan koridor pada oknum, pada mafia maka semua pasal di semua UU bisa dikaretin, mau karet satu, dua dan seterusnya," kata Teguh.
Kementerian Kominfo telah menemukan sekitar 10.000 konten yang berisi tentang ujaran kebencian. Dari jumlah konten tersebut, kata Teguh, terdapat beberapa ujaran kebencian yang juga dilakukan oleh publik figur. Namun, masyarakat selalu menilai kalau pemerintah berpihak pada kelompok tertentu.
"Patroli kami itu menemukan mungkin lebih dari 10.000 konten-konten yang isinya ujaran kebencian. Bicara sisi framing media, kalau ada satu atau dua oknum apalagi tokoh masyarakat atau di oposisi yang dikenakan proses hukum pasti persepsi sebagian masyarakat mengatakan bahwa pemerintah adalah rezim yang anti Islam, padahal semua dugaan itu hanya dimainkan kelompok tertentu," kata Teguh.
Teguh mencontohkan salah satu dari sekian banyak oknum yang melakukan penistaan agama, terutama ditujukan ke agama Islam. Salah satu yang disebutkan Teguh adalah seorang oknum yang membuat konten di media sosial yang menjelekkan agama Islam dan agama lain, oknum tersebut kemudian diproses hukum di Polda Bali. Oleh karena itu, Teguh menegaskan bahwa oknum ujaran kebencian dalam bentuk apapun harus diproses secara hukum yang berjalan sesuai koridor yang berlaku. **
Hasil penelusuran Tim AIS Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan fakta ternyata informasi bantuan dana Rp125 juta untuk peserta BP Selengkapnya
Pemerintah bergerak cepat mengantisipasi masuknya virus Covid-19 varian Mu ke tanah air dengan meningkatkan pengawasan di seluruh area pintu Selengkapnya
Pasca sosialisasi dan edukasi tentang peraturan perundangundangan penggunaan spektrum frekuensi radio dan perangkat telekomunikasi, tingkat Selengkapnya
Kementerian Komunikasi dan Informatika mewajibkan pendaftaran untuk semua Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), termasuk layanan komunikasi Selengkapnya