FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    31 08-2018

    1251

    Kedaulatan Finansial Diuji

    Kategori Sorotan Media | daon001

    Jakarta - Kebijakan kemandirian sektor keuangan kembali diprotes oleh otoritas Negeri Paman Sam. Setelah sebelumnya menyoal penerapan Gerbang Pembayaran Nasional, kali ini giliran kewajiban penempatan pusat data perbankan didalam negeri yang dikritik.

    Berdasarkan informasi yang diterima Bisnis, United States Trade Representative (USTR) melayangkan protes atas kewajiban perusahaan finansial memiliki pusat data ( data center) di Indonesia. Masalah itu kini menjadi diskusi hangat antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Menurut sumber Bisnis, ada kecenderungan suara pemerintah tidak solid dalam mendukung kepentingan Indonesia. Pasalnya, disinyalir ada upaya untuk menganulir kewajiban penempatan data center perbankan di dalam negeri.

    Padahal, penempatan pusat data perbankan di Indonesia merupakan mandat dari PP No. 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan PBI No. 18/40/PBI/2016 tentang Pemrosesan Transaksi Pembayaran.

    Kepala Deputi Direktur Departemen Elektronifikasi dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) Bank Indonesia Aloysius Donarito membenarkan bahwa USTR memprotes aturan mengenai kewajiban penempatan pusat data di dalam negeri.

    "Nah, USTR protes itu bukan karena GPN saja, [data center juga]," katanya kepada Bisnis, Rabu (29/8).

    USTR sebelumnya mengajukan keberatan soal program GPN karena dinilai merugikan perusahaan switching asal Negeri Paman Sam, yakni Visa dan Mastercard.

    Suara miring terkait dengan hal tersebut bisa dibilang sudah dapat diredam. Namun, soal revisi data center masih belum menemukan titik temu.

    Menurut Aloysius, apabila kebijakan data center direvisi, hal itu bisa menghambat program GPN. "Bisa iya, bisa tidak. Tergantung nanti revisinya seperti apa."

    Aloysius menolak berbicara lebih banyak. "Saya rekomendasikan cari infonya ke pemerintah saja."

    Adapun, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Budi Arinanto mengatakan pihak otoritas masih akan menunggu keputusan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait dengan aturan data center tersebut.

    Sementara itu, Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan dan Kementerian Hukum dan HAM Yunan Hilmy mengatakan, pihaknya masih melakukan pembahasan revisi PP No. 82/2012. Salah satu pembahasan yang masih berjalan mengenai ketentuan pembangunan pusat data di dalam negeri untuk sektor usaha tertentu.

    Penempatan pusat data perbankan juga masuk dalam poin pembahasan yang belum usai. Dorongan untuk mengamankan data perbankan di dalam negeri, katanya, dihadapkan pada bank asing yang kemungkinan sulit mengikuti ketentuan tersebut.

    "Itu [pusat data perbankan] juga termasuk yang masih akan dibahas. Kemarin, Selasa [28/8] sore diplenokan lagi, tetapi temyata masih ada pending matters. Jadi diusahakan ada satu rapat lagi," ujarnya.

    Dirjen Aplikasi Telematika Kementerian kominfo Semuel Abrijani Pangerapan tak merespons pertanyaan Bisnis saat dihubungi Kamis (30/8). Namun, sebelumnya dia sempat mengatakan beberapa klausul yang direvisi dalam PP tersebut adalah klasifikasi data dan aturan penyimpanan data.

    TIDAK MURAH

    Dimintai konfirmasi terpisah terkait dengan data center. Direktur Consumer PT Bank CIMB Niaga Tbk. La ni Darmawan mengaku paham betul soal mitigasi risiko kerahasiaan data dengan penempatan di dalam negeri. Namun, ke depan harus dipikirkan cara yang efisien tanpa melihat lokasi server dengan penerapan teknologi digital yang semakin canggih.

    "Selama ini kendala soal data center tidak ada. Namun, memang tidak murah."

    Hal senada juga disampaikan oleh Direktur PT Bank of India Indonesia Tbk. Ferry Koswara. Menurutnya, penyediaan data center di dalam negeri berbanding lurus dengan biaya investasi.

    Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Santoso berpendapat kewajiban data center di dalam negeri harus ditekankan kepada aspek kemandirian, ketahanan, dan proteksi data masyarakat agar tidak

    tersebar kepada pihak di luar wilayah Indonesia.

    "Memang kalau dilihat dengan perkembangan cloud computer yang lebih efisien, hal itu akan memberikan nilai tambah untuk pengolahan data. Namun, perlindungan data juga aspek penting, jadi memang harus saling membuka diri untuk mencari cara agar concern para pihak dapat dipertemukan," jelasnya.

    Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai wajar jika kebijakan pemerintah soal GPN dan data center menuai protes. Pasalnya, dua perusahaan switching asal Amerika Serikat, Visa dan Mastercard, akan kehilangan sumber pendapatan utama.

    Di sisi lain, melalui GPN, industri keuangan dapat menghemat pembayaran kepada operator sistem pembayaran asing. "Bayangkan Indonesia ada [Iebih dari] 137 juta kartu debit beredar. Kalau semua melakukan transaksi dan setiap transaksi harus bayar RplOO, maka kita harus bayar Rp 13 miliar ke Amerika Serikat dalam satu waktu," katanya.

    Sebelumnya, PT Visa Worldwide Indonesia dan PT Mastercard Indonesia mengatakan siap mengikuti aturan yang berlaku. Tanpa menjelaskan lebih detail, keduanya sepakat mencari potensi bisnis lain yang bisa dimanfaatkan.

    Sementara itu, menurut peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bh im a Yudhistira, pemerintah perlu melihat relevansi dengan kondisi teknologi saat ini.

    "Kita juga belum punya ITU perlindungan data sebagai payung hukum utama, jadi apakah ada jaminan data center di Indonesia, kemudian lebih aman."

    Gerbang Pembayaran Nasional

    Sektor keuangan Indonesia tengah menuju kemandirian transaksi guna menciptakan efisiensi bagi nasabah dan industri perbankan, dimulai dengan penerapan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Melalui GPN, seluruh transaksi kartu debit diproses di dalam negeri. Selanjutnya, untuk mengamankan data nasabah, otoritas mewajibkan penempatan pusat data perbankan di dalam negeri.

    Belanja Teknologi Informasi Komunikasi Transaksi Kartu Debit 2018 (Rp miliar) Volume - Nomina Data Mobile Perangkat Suara Motile Layanan TI Peranti Lunak Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Kartu Debit Beredar 2018 (unit) Kartu Kredit Kartu Debit Kartu ATM + Debit jan feb mar april mei jun jul agustus sepember oktober november desember.

     Sumber: Bisnis Indonesia (31/08/2018)

    Berita Terkait

    Kominfo awali Natal dengan aksi sosial

    Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengawali perayaan Natal tahun ini dengan menggelar aksi sosial, sekaligus untuk mengura Selengkapnya

    Kemkominfo latih penggunaan aplikasi desa di PPU

    Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) melatih penggunaan aplikasi administrasi kependudukan (adminduk) pada 30 desa di Kabupat Selengkapnya

    Kominfo digitalisasi kawasan Mandalika

    Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mendukung pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi di Kawasan Destinasi Selengkapnya

    Menkominfo Ajak Kembangkan Inovasi Digital

    Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengajak seluruh insan pos dan telekomunikasi serta ekosistem komunikasi dan Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA