FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    23 07-2018

    26034

    Kecanduan Gawai Ancam Anak-anak

    Kategori Sorotan Media | daon001

    Gawai  yang  terhubung  sistem  daring  dengan  berbagai  fitur  ibarat  pisau  bermata  dua. yang bisa bermanfaat, tetapi juga bisa membahayakan kehidupan anak-anak. Sejumlah anak mengalami "gangguan jiwa" akibat kecanduan gawai.

    Selain  menjadi  alat  komunikasi  dan sumber  informasi,  gawai  yang  dilengkapi  berbagai fitur juga menjadi pintu masuk bagi anak-anak untuk mengakses media sosial, gim, dan fitur lainnya secara daring yang belum sesuai untuk usianya. Bahkan, penggunaan gawai yang terus-menerus tanpa mengenal waktu berpotensi mengganggu tumbuh kembang anak serta membuat anak kecanduan atau adiksi gawai.

    Fenomena  anak-anak  yang  kecanduan  gawai  setidaknya  semakin  terlihat  dalam  lima tahun  terakhir.  Meskipun  belum  ada  angka  pasti  berapa  persentase  dan  jumlah  anak yang  mengalami  gejala  kecanduan  atau  kecanduan  gawai,  dari  sejumlah  kasus  yang terungkap   di   publik,   hasil   kajian,   survei,   dan   penelitian   menunjukkan   fenomena kecanduan  gawai  pada  anak  saat  ini  berada  pada  situasi  mengkhawatirkan.  Tak  hanya menjadi  korban, anak-anak  juga  terlibat  dalam  sejumlah  kasus  yang  masuk  kategori tindak pidana.

    "Anak  kecanduan  gawai  menjadi  tantangan  serius.  Hanya  saja,  tidak  semua  orangtua mengetahui bahwa anaknya terindikasi kecanduan gawai," ujar Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto, Minggu (22/7/2018), di Jakarta.

    Kepala  Departemen  Medik  Kesehatan  Jiwa  Fakultas  Kedokteran  Universitas  Indonesia Rumah  Sakit  Umum  Pusat  Nasional  Cipto  Mangunkusumo  (FKUI-RSCM)  Kristiana  Siste Kurnia   santi   mengatakan,   tidak   semua anak   yang   bermain   gim   langsung   disebut mengalami adiksi atau kecanduan gim. Penggunaan gawai pada anak dan remaja lebih dari 3 jam sehari menyebabkan mereka rentan kecanduan gawai.

    "Adiksi gim daring itu terjadi ketika gejala yang dialami sudah mengganggu fungsi diri dan berlangsung  selama  12  bulan.  Adapun  fungsi  diri  itu  seperti  fungsi  relasi,  pendidikan, pekerjaan, dan kegiatan rutin lainnya," ujarnya.

    Kristiana  mencontohkan,  dirinya  merawat  seorang  pemuda  berusia  18  tahun  yang terancam drop out karena tidak pernah berangkat kuliah. Sehari-hari, pemuda itu lebih sering  bermain  gim  darjng,  bisa  18  jam  sehari.  Agar  bisa  tetap  terjaga  saat  main  gim, pemuda itu mengonsumsi sabu dan metamfetamin. Dari riwayatnya, pemuda itu memiliki gawai  sejak  usia  6  tahun,  main  gim  daring  sejak  usia  13  tahun,  dan  mulai  kecanduan  di usia 17 tahun, dan sangat kecanduan di usia 18 tahun.

    Dari sisi usia, anak yang rentan mengalami kecanduan gawai berada di rentang usia 13-18 tahun.  Pada usia  anak, bagian  otak,  yaitu  dorsolateral  prefivntal  cortex  yang  berfungsi untuk  mencegah  seseorang  bersikap  impulsif  sehingga  seseorang  bisa  merencanakan dan   mengontrol   perilaku   dengan   baik,   belum   matang.   "Ketika   bagian   ini   sudah terganggu, seseorang rentan bersikap impulsif, termasuk pada penggunaan gawai," kata Kristiana.

    Gangguan kesehatan jiwa

    Penggunaan  gawai  pada  anak  dan  remaja  yang  lebih  dari  3  jam  dalam  sehari  dapat menyebabkan mereka rentan pada kecanduan gawai. Kecanduan gim pada gawai saat ini mendapat   perhatian   dunia.   Organisasi   Kesehatan   Dunia   (WHO)   belum   lama   ini mengeluarkan International Classification of Disease (ICD) edisi ke-11 yang menyebutkan kecanduan main gim sebagai gangguan kesehatan jiwa, yang masuk sebagai gangguan permainan atau gaming disorder.

    Januari  lalu,Rumah  Sakit  Umum  Daerah  Koesnadi,  Bondowoso,  Jawa  Timur,  merawat dua  pelajar  SMP  dan  SMA  yang  kecanduan  gawai  dalam  tingkat  yang  sudah  parah.  Ia ingin membunuh orangtuanya yang melarang menggunakan gawai.

    Fenomena anak kecanduan gawai, menurut dr Tjhin Wiguna, psikiater anak dan remaja di  Departemen  Medik  Kesehatan  Jiwa  FKUI-RSCM.  mulai  meningkat  dalam  tiga  tahun terakhir.

     Jumlah  orangtua  yang  datang  meminta  konsultasi  ke  lembaga-lembaga  perlindungan anak atau membawa anaknya ke psikolog dan psikiatri juga meningkat.

    Ketua  Lembaga  Perlindungan  Anak  Indonesia  Seto  Mulyadi  menyatakan,  sejak  2013 lembaganya  menangani  17  kasus  anak  yang  kecanduan  gawai.  Begitu  juga  Komisi Nasional  Perlindungan  Anak,  yang  sejak  2016  sudah  menangani  42  kasus  anak  yang kecanduan gawai.

    Kecenderungan  meningkatnya  kasus  anak  kecanduan  gawai  tersebut  terkait  dengan tingginya  penetrasi  internet  di  Indonesia.  Berdasarkan  Survei  Asosiasi  Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017, sebanyak 143,26 juta orang atau 54,68 persen dari populasi Indonesia menggunakan internet Penetrasi pengguna internet terbesar di usia  13-18  tahun  (75,50  persen).  Gawai  adalah  perangkat  yang  paling  banyak  dipakai untuk mengakses internet (44,16 persen).

    Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam acara Internet Aman untuk Anak di Jakarta, 6 Februari 2018, mengungkapkan, sebanyak 93,52 persen penggunaan media sosial  oleh  individu  Indonesia  berada  di  usia  9-19  tahun  dan  penggunaan  internet  oleh individu sebanyak 65,34 persen berusia 9-19 tahun. Umumnya anak-anak menggunakan internet untuk mengakses media sosial, termasuk Youtube dan" gim daring.

    Berdasarkan  Kajian  Penggunaan  Media  Sosial  oleh  Anak  dan  Remaja  yang  diterbitkan Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom). Universitas Indonesia 2017, anak-anak dan remaja tertarik  mengakses  media  sosial  karena  mempertemukan  kembali  diri  mereka  dengan teman-teman  dan  keluarga  yang  terpisah  jarak,  untuk  berbagi  pesan.  Adapun  mereka mengakses gim daring untuk memenuhi hasrat mereka dalam bermain di dunia maya.

    Menteri  Pemberdayaan  Perempuan  dan  Perlindungan  Anak  Yohana  Susana  Yembise mengingatkan orangtua untuk serius memperhatikan berbagai dampak dari kecanduan gawai.  Tang  paling  parah  jika  anak-anak  sampai  kecanduan  pornografi  karena  ini  akan membutuhkan trauma healing seumur hidup," kata Yohana.

    Yohana  mengingatkan  orangtua  untuk  mewaspadai  bahaya  kecanduan  gawai  setelah mencuat berbagai kasus anak-anak yang kecanduan gawai. Bahkan, sejumlah anak yang kecanduan  gawai  harus  dibawa  ke  psikolog,  psikiater,  dan  tempat  rehabilitasi  khusus karena pikiran dan jiwa anak sudah terganggu.

     

    Sumber Berita : Kompas

    Berita Terkait

    Kewenangan Realokasi Frekuensi tak Boleh Melanggar UU

    Dalam waktu dekat Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan menerbitkan aturan mengenai merger dan akuisisi (M&A) di industri tel Selengkapnya

    Tangkal Hoaks dengan Literasi dan Penindakan

    JAKARTA – Sejumlah elemen masyarakat selalu membuat literasi untuk menangkal berita hoaks dengan munculnya tagar #IndonesiaBicaraBaik yang Selengkapnya

    Kecanduan, Orang Tua Diminta Batasi Penggunaan HP pada Anak

    Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Komisi I DPR RI mengadakan seminar bertajuk Mencetak Generasi Unggul di Era Te Selengkapnya

    Indonesia Ajukan Jadi Anggota Dewan ITU

    Jakarta - Pemerintah Republik Indonesia akan mengajukan diri menjadi anggota Dewan International Telecommuncation Union (ITU). Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA