FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    10 05-2018

    1394

    Perlu Repositioning Standardisasi Hadapi Ekonomi Digital

    Kategori Berita Kominfo | mth

    Bandung, Kominfo  - Persoalan ekonomi digital menjadi perhatian serius pemerintah, hal itu tampak dari upaya menyiapkan kebijakan dan standardisasi di bidang perangkat informatika. Apalagi di tengah ketidakpastian, hal yang terpenting adalah selalu melakukan antisipasi perubahan yang mungkin terjadi.

    "Apakah kita benar-benar sudah meyakini bahwa kita saat ini sudah berada dalam kondisi ekonomi digital? Saya kurang sreg dikotomi ekonomi digital dan non ekonomi digital, mengatakan bahwa ekonomi ya ekonomi, yang terpenting dan perlu diantisipasi adalah bagaimana perubahannya,” tanya Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Ismail kepada seluruh hadirin dalam Forum Standardisasi Teknologi Informasi dan Komunikasi di Bandung, Jawa Barat, Rabu (09/05/2018).

    Menurut DIrjen Ismail, ekonomi yang tumbuh sekarang ini ditopang oleh kondisi yang namanya disruptif teknologi, yang membuat suasana yang semula normal, “plan-plan” (rencana-rencana) menjadi kacau dan bergolak sehingga berkembang istilah ekonomi digital.

    Disruptif teknologi ini, kata Ismail, sudah melanda semua sektor, salah satunya transportasi dengan hadirnya Grab, Go-Jek, dan lain-lain. “Seluruh undang-undang dan peraturan menteri yang terkait dengan transportasi ini menjadi kacau, perusahaan angkutan konvensional kebingungan.”

    Ini baru satu sektor, dan itu akan melanda semua sektor. Pada sektor perbankan sudah di depan mata, dengan munculnya fintech-fintech yang membuat bank-bank konvensional tidak bisa tenang seperti dulu.

    “Ini kalau tidak hati-hati bisa memporak-porandakan sistem keuangan kita, tidak hanya di Indonesia, semua negara mengalami isu yang sama,” kata Ismail.

    Ismail menyatakan ada lima hal yang menopang disruptif teknologi, yang ia singkat ABCDS (Artificial Intelligence, Block Chain, Cloud, Data atau Big Data, dan Security), yang bakal menjadi pendorong perubahan cepat dengan hadirnya teknologi-teknologi itu.

    Menyikapi perkembangan cepat bidang TIK, termasuk isu disruptif teknologi dan ekonomi digital, menurut Dirjen SDPPI, pembuat kebijakan dan standardisasi nasional, termasuk Direktorat Standardisasi PPI Ditjen SDPPI perlu melakukan repositioning (memposisikan ulang) pendekatan standardisasinya.

    Karena, kata Ismail, sesuatu yang belum diatur standardisasinya, dalam perkembangan cepat seperti sekarang ini tiba-tiba sudah menjadi standar dan digunakan banyak orang. Jadi tidak ada standar resminya, tapi secara defakto ini sudah berkembang pesat dan digunakan banyak orang maupun industri.

    “Apakah kita masih relevan bicara standardisasi di sini? Jadi perlu repositioning tentang pemahaman standardisasi ini, apakah pendekatan standardisasi atau pendekatan perkembangan dinamis seperti yang sedang terjadi sekarang,” jelasnya.

    Jadi, menurut Ismail, dalam konteks perubahan cepat dunia digital saat ini isu standardisasi sudah menjadi tidak relevan lagi. “Nah kita saatnya lebih bicara guidance (panduan) dalam upaya mendorong, memberikan koridor-koridor terhadap tumbuhnya aplikasi yang pemanfaatannya khas Indonesia, yang customize untuk Indonesia.”

    Dalam hal hardware, Indonesia sudah menerapkan satu kebijakan yang disebut Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). “Kita tidak ingin hanya menjadi blue color country, negara yang banyak menggunakan tenaga kerja saja, tapi menjadi white color country yang menghasilkan paten tertentu.”

    “Mari kita rebut semua, mengupayakan dan bersemangat. Kedepan perlu repositioning terhadap pemahaman standardisasi,” tegasnya.

    Forum standardisasi ini, menurut Ismail, sangat lah penting untuk mendiskusikan berbagai hal terkait agar market dan tata kelola TIK lebih baik, termasuk security (keamanan sistem) yang menjadi pilar kedepan.

    “Betul kita sudah ada di ekonomi digital, ini opportunity-nya besar, mari kita berubah dari blue color country menjadi white color country, sehingga kita bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” kata Ismail mengakhiri sambutannya.

    Forum yang mengangkat tema “Peran Standardisasi Perangkat dan Layanan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Mengembangkan Ekosistem Ekonomi Digital” ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan dan pemahaman dibidang standardisasi TIK dalam upaya menciptakan tata kelola dan ekosistem industri TIK yang mendiri dan produktif.

    Selain Ismail, hadir sebagai pembicara dalam forum ini antara lain Direktur Standardisasi PPI Ditjen SDPPI Mochamad Hadiyana, Kepala Bidang Perencanaan dan Kebijakan TIK Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Deny Agung Prbadi, Candra Yulistia dari Ikatan Audit Sistem Informasi Indonesia (ASII).

    Kemudian Dimitri Mahayana dari Institut Teknologi Bandung, Senior Manajer Open Innovation Management Divisi Digital Service PT Telkom Tbk, dan Iwan Sumantri dari ID-SIRTI.

    Kegiatan ini diikuti perwakilan instansi dan lembaga pemerintah, pemerintah kabupaten/kota dan Provinsi Jawa Barat, para operator telekomunikasi, BUMD, komunitas dan praktisi TIK, akademisi, serta dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. 

    Sumber

    Berita Terkait

    [Berita Foto] Menteri Budi Arie Bicara Ekonomi Digital ASEAN

    Pemerintah Indonesia terus mengakselerasi agenda transformasi digital nasional, termasuk memperkuat konektivitas digital, khususnya melalui Selengkapnya

    Pers Harus Siap Hadapi Tantangan Era Disrupsi Digital

    Menteri Johnny menyatakan tiga tantangan itu meliputi kecepatan mentransmisikan konten digital sesuai ekspektasi audiens; antisipasi penyeba Selengkapnya

    Pos Indonesia Bagikan Subsidi Ekonomi Nasional ? Itu Hoaks!

    Ternyata klaim PT Pos Indonesia bagikan subsidi ekonomi nasional Rp2 juta tidak benar. Selengkapnya

    Menkominfo: Jadikan Teladan dan Inspirasi Wujudkan Transformasi Digital

    Menteri Johnny mengharapkan agar upaya penerima Satyalancana Wira Karya dapat menjadi teladan bagi seluruh insan komunikasi dan informatika. Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA